Kamis, 06 November 2008

Email, Mimpi dan Mantan Kekasih


Sebuah email tiba kemarin. Seorang perempuan menuturkan kisahnya. Muda, masih kuliah, hamil di luar nikah. Ia jatuh cinta pada janin di tubuhnya, keluarga memaksanya menggugurkan kandungannya. Hati yang luka tak bisa menikmati kesenangan hidup apapun. Air mata satu-satunya yang paham apa yang berkecamuk di kepalanya. Aku ingin mati, tapi aku terlalu pengecut untuk mati, ujarnya.
Ah, entah apa yang melintas di kepalaku. Namun luka dan kesedihannya hampir sama seperti yang kurasakan beberapa tahun yang lalu. Kenangan itu kembali muncul. Tak ada yang memaksaku melakukan aborsi, namun aku tetap saja sama terluka dan menyesalinya.
Aku ingat, saat itu kupikir tuhan sengaja membuatku tetap hidup hanya untuk menghukumku. Membunuhku pelan-pelan dalam rasa bersalah dan putus asa. Hingar binger di luar sana tak ada bedanya dengan kekosongan di dalam diriku.
Hatiku masih hanyut dalam email itu ketika sayup-sayup kudengar Afgan menyanyikan sebuah lagu lama milik TBK “Bukannya aku takut”. Aku menghela nafas dalam-dalam. Lagu ini adalah lagu yang selalu mengingatkanku pada ayah dari janin dalam rahimku saat itu. Biasanya ia akan bermain gitar sambil menyanyikan lagu ini. Berbeda dengan kisah perempuan muda yang masih bersama dengan pasangannya, aku tak pernah melihatnya lagi dalam 4 tahun terakhir ini. tak ada kabar.
Aku bergegas tidur, berharap semua ini segera berlalu.
“ Ia duduk di hadapanku. Dengan kemeja putih bersih dan wajah yang berseri. Di genggamannya ia membawa uang, perhiasan dan permintaan maaf yang pelan dari mulutnya. Matanya menatapku, lalu menunduk. Aku tersenyum. Di luar, seorang lelaki lain hampir naik pitam ke arahnya. Aku justru berdiri membelanya. “
Membela seseorang yang telah sedemikian rupa meninggalkanku dengan beban luka dan trauma menyakitkan. Berdiri untuk seseorang yang telah mengabaikan cinta dan kesetianku. Aku berdiri untuknya.
Aku terjaga. Semua itu hanya mimpi. Dan hari itu semua tak lagi sama. Tubuhku berada di tempat yang berbeda dengan fikiranku.
Sore ini kereta kahuripan menghantarkanku pulang menuju jogja. Sunset yang cantik. Merah bundar bersinar. Dan aku masih memikirkan mimpi itu.
Pukul 9 malam aku tiba. Sahabat perempuan menjemputku membawa serta seorang kawan. Sebuah perkenalan terjadi. Sekali lagi, aku hanya menghela nafas dalam-dalam. Lelaki yang diperkenalkannya mengingatkanku pada ayah janin di rahimku. Mata dan charisma yang sama seperti ketika aku pertama kali mengenalnya.
Betapa semua kebetulan ini menuju satu titik. Atau satu titik memencar kepada semua kebetulan ini?
Lebih baik tidur. Mungkin ini masih mimpi. Selamat malam.

Tidak ada komentar: